By : Lala kompasindonesianews.com Jakarta - Berbagai permasalahan klasik Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) menjadi sorotan publik. St...
By : Lala
kompasindonesianews.com Jakarta - Berbagai permasalahan klasik Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) menjadi sorotan publik. Stigma ganti Menteri, ganti kurikulum, kini muncul kembali.
UNBK kini berganti menjadi ANBK (Asesmen Nasional Berbasis Komputer).
"Publik masih bingung antara UNBK dengan ANBK. Ingatan publik lebih kepada UNBK dari pada ANBK. Jadi ada kekhawatiran akan menjadi beban peserta didik, padahal tidak demikian”, ujar Heru Purnomo, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).
Walaupun Kemendikbudristek mengklaim bahwa ANBK adalah sebagai penanda paradigma baru Pendidikan Indonesia, dan bahkan telah mengganti Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang notabene telah melahirkan UNBK dengan Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) yang kini juga melahirkan juknis ANBK.
"BSKAP sebagai badan bawahan mas Menteri telah mengeluarkan Prosedur Operasional Standar (POS) Penyelenggaraan Asesmen Nasional Tahun 2021, melalui Peraturan Kepala BSKAP Nomor 030/H/PG.00/2021," ungkap Heru.
Permasalahan klasik muncul ketika pelaksanaan Asesmen Nasional (AN) ini diseragamkan dengan Moda Full Online dan Semi Online serta Berbasis Komputer.
Permasalahan kesiapan infrastruktur dan ketersediaan komputer, dan jaringan sekolah selama UNBK masih menjadi kendala bagi banyak sekolah di daerah.
Selain itu, kesiapan peserta didik dalam hal mengoperasikan komputer masih perlu di petakan, mengingat, mata pelajaran TIK juga sudah sekitar 8 tahun dihapus dari kurikulum inti.
Pilihan Redaksi :
- Politikus Malaysia Heran Covid RI lebih Cepat Turun
- Bangun Sinergitas, Bapas Jakarta Barat Kerjasama dengan PCNU dan LPBH NU
"Masih ditambah lagi situasi pandemi Covid-19 yang meniadakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) patut di pertanyakan. Apalagi untuk di tingkat pendidikan dasar atau sekolah yang berada di wilayah terpencil atau blankspot, maka ANBK sulit dilaksanakan," ujar Mansur, Wakil Sekjen FSGI.
Mansur menambahkan, apabila ANBK dipaksakan saat ini, FSGI khawatir data yang akan diperoleh tidak cukup valid untuk menvonis level mutu pendidikan Indonesia.
Apalagi pelaksanaan ANBK saat ini akan dijadikan baseline pendidikan Indonesia. Apakah jika data yang diperoleh hasilnya sangat rendah, kemudian Kemendikbud merasa mudah untuk meningkatkan di tahun berikutnya?.
Polemik ANBK dan Keharusan PTM di DKI Jakarta
Muncul permasalahan berikutnya, terkait pelaksanaan ANBK, yaitu ada ketentuan pada bab 1 point A.2 POS ANBK ini yang menyebutkan bahwa :
"Satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada angka 1 yang melaksanakan Asesmen Nasional pada tahun 2021, mencakup semua satuan pendidikan pada wilayah yang diperbolehkan melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas, berdasarkan penetapan pemerintah, pada periode waktu gladi bersih dan pelaksanaan AN, sesuai dengan jadwal pelaksanaan AN".
"Polemik muncul ketika keharusan sudah melaksanakan PTM sebagai syarat ANBK ini diterapkan di DKI Jakarta. Sekolah-sekolah di Jakarta harus menghadapi seleksi prokes dengan keharusan mengikuti Pelatihan Blended Learning, sebagai indikatif kesiapan PTM," ujar Fahriza Marta Tanjung
Seleksi kesiapan prokes Covid-19 adalah penting dan perlu, tetapi kalau hanya dilakukan melalui formulir yang diisi online tanpa melakukan pengecekan di lapangan atau tanpa dilakukan check factual, tentu saja tidak akan valid.
Yang lebih mengherankan adalah ketika hasil seleksi prokes sekolah harus di gabungkan dengan hasil pelatihan guru-guru tentang kesiapan PTM yang dilakukan melalui daring berbasis modul.
"Dalam hal ini FSGI berpendapat Dinas Pendidikan DKI terkesan mengada-ada dalam melakukan persiapan PTM terbatas untuk sekolah-sekolah di DKI Jakarta," tambah Fahriza lagi.
Fakta yang lebih mengejutkan lagi adalah ketika Dinas Pendidikan DKI telah menyerahkan proses pelatihan kesiapan PTM kepada pihak eksternal, dan diberikan ruang untuk menentukan kelulusan sekolah dalam kesiapan PTM.
"Hal ini patut dipertanyakan karena alasan pemilihan lembaga eksternal bahwa mereka berpengalaman tentu saja tidak berdasar, karena yang memiliki pengalaman tentu saja hanya sekolah formal yang selama ini bergelut dengan pandemic, dan telah melayani siswa dengan berbagai permasalahannya," pungkas Fahriza.